Penerbit Abadi Karya belum berpikir untuk menjadikan usahanya
beralih, dari usaha pribadi-idealis ke jalur industri-kapitalisme penerbitan
buku. Kata “industri” selalu menggugah suatu ‘pertanyaan’ : kepentingan profit
(keuntungan finansial). Ketika buku disebut sebagai “jendela budaya”,
industrialisasi buku berarti industrialisasi budaya, dan kepentingan profit
menjadi kunci bagi semua pintu.
Agak riskan ketika idealisme berbenturan dengan kepentingan profit
alias udelisme. Tetapi, bagaimana kalau Abadi Karya melakukan pekerjaan budaya
dengan tidak menafikkan realitas kebutuhan finansial? Bisa saja, sih.
Akan tetapi, persoalan utamanya adalah sumber dana. Meski bisa
diam-diam menjadi ‘makelar’ atau sub kontraktor penerbitan buku, persoalan dana
bukanlah perkara sepele. Sebab, sumber perolehan dana harus sudah memiliki
saldo di rekening, dan sistem pembayaran bisa berlaku secara reguler sesuai
dengan kesepakatan dengan penulis atau pemilik pesanan (owner).
Saldo menjadi sensitif karena berkaitan
dengan banyak hal, misalnya penulis, percetakan (produksi), promosi, dan
seterusnya. Gus Noy dan Penerbit Abadi Karya harus terhindar dari problematika satu itu,
meski godaan “supertega” selalu berkata, “Kaya raya sangat mudah dengan
mengorbankan apa saja demi uang.”
Hal utama kedua adalah sumber daya manusia. Selama ini Penerbit Abadi Karya
dikelola oleh seorang Gus Noy saja, baik redaksional, operasional, produksi,
dan distribusi (pemasaran/marketing). Tentunya, sebagai seorang arsitek
tulen, mengelola sebuah penerbitan buku seorang diri bukanlah sebuah pekerjaan
yang mudah. Kemudahan bisa diperoleh dengan dukungan orang-orang lainnya yang
memang berkompeten, tentunya.
Yang paling jelas, sumber daya
redaksional. Personal terdepan adalah penyunting (editor) naskah. Di belakangnya
adalah penata artistik (layouter). Di belakang lagi, perancang sampul (disainer
cover). Jika Penerbit Abadi Karya harus merekrut para jagoan (ahli) itu, berapakah harga yang harus dibayar?
Dan, kembali ke persoalan utama, yakni
sumber dana. Ketidakmampuan finansial Penerbit Abadi Karya selalu memaksa Gus Noy melakukan
pekerjaan secara rangkap, mulai dari penyuntingan, penataan isi, dan
perancangan sampul, untuk buku-bukunya sendiri. Latar kegiatan semasa mahasiswa
di pers kampus memang tepat. Pekerjaan membuat buku pun bisa dilakukannya
sendiri. Dampaknya : badan kurus, dan rambut rontok.
Tidak hanya itu, barangkali. Tentunya bisa berdampak pada hasil (produk). Persoalan tata isi, mutu, bahasa, dan tampilan pada sampul pun bisa "kurus" bahkan mutu mengalami "kerontokan". Jelas sangat berisiko. Tapi, bagaimana kalau menjadi seorang "raja tega" demi ambisi pribadi untuk memerkaya diri?
Nah, yang terpikirkan, jika nekat berbisnis penerbitan lalu
banyak peminat jasanya, di samping kurus kering dan botak total, juga
berpotensi merecoki profesi utamanya sebagai arsitek. Arsitek adalah profesi
yang menjadi prioritas. Selain arsitek, tentunya Gus Noy, juga Penerbit Abadi Karya tidak mau terjebak godaan
kapitalisasi budaya melalui jasa penerbitan buku.
*******
*******
Tulisan di bawah ini tertanggal 14 April 2018
Perkembangan Pasca-22 Februari 2018
Ada perkembangan yang penting untuk diungkapkan secara jujur pada situs Penerbit Abadi Karya ini, dimana niat awal yang individualis-idealis-non-kapitalisme menjadi dasar berdirinya penerbit ini. Mungkin bisa kembali dibaca pada awal tulisan.
Perkembangan itu berkaitan dengan perubahan sistem pemberian International Serial Book Number (ISBN) secara daring (online) dari Perpustakaan Nasional (Perpusnas) per 1 April 2018. Sejak pertama didirikan pada 2010, Penerbit Abadi Karya langsung bergabung dengan Perpusnas dan menjalankan kewajiban, semisal mengirimkan deposit penerbitan, sampai pada 2017 melalui penerbitan-pencetakan buku kumpulan kartun Potret Diri Oji dan Tersenyum Pun Boleh.
Pelayanan ISBN secara Daring (Online)
Pada 2018 situasinya berbeda. Bermula dari pengurusan ISBN untuk 5 buku Gus Noy yang rencananya bakal terbit pada 2018, yaitu kumpulan puisi Membaca Bukumu di Atas Kakus dan Waktu Terhenti di Kursi Rotan, kumpulan cerita pendek Seseorang Mencuri Mata Saya dan Kota Terhilang, dan kumpulan esai Belum Banyak Berbuat untuk Indonesia. Kemudian Tim ISBN mengirimkan surat, yang juga berlaku bagi penerbit lainnya, dengan surat tertanggal 19 Februari 2018.
Penerbit Abadi Karya pun mendaftarkan diri (registrasi) di situs resmi ISBN-Perpusnas (http://isbn.perpusnas.go.id) agar bisa menggunakan fasilitas teknologi yang disediakan. Tetapi beberapa kali mencoba selalu gagal. Lalu pada 13 April 2018 dalam posel Penerbit Abadi Karya masuklah surel dari Tim ISBN bersubyek "Informasi Online" :
info_isbn@perpusnas.go.id
Kepada:abadikaryabalikpapan@yahoo.com
Cc:info_isbn@perpusnas.go.id
Surat pernyataan dan akta notaris tidak terlampir.
Silahkan lakukan lakukan registrasi ulang dengan melampirkan surat pernyataaan dan akta notaris.
Salam,
Tim ISBN
Harus Mengurus Akta Notaris
Mau-tidak mau Penerbit Abadi Karya ‘terpaksa’ mengikuti ‘aturan’ dengan kewajiban memiliki akta notaris penerbit agar bisa terdaftar dalam ISBN-Perpusnas secara daring, meski bisa dipastikan bahwa pengurusan akta notaris akan menelan biaya. Memang, tidak mustahil, kata “biaya” cenderung berpotensi (berdampak) pada niat awal pendirian penerbitan.
Dan, tak pelak, hal ini semakin menguji niat awal Agustinus Wahyono dalam idealisme-nya. Seperti yang tertulis, “Penerbitan ini merupakan sebuah proyek pribadi, yaitu menerbitkan karya-karya Gus Noy sendiri, dan tidak direncanakan sebagai sebuah perusahaan penerbitan komersial yang berorientasi profit alias mencari keuntungan finansial semata. Meskipun dana berasal dari rekening sendiri, tidak berarti bahwa hasil penerbitan harus mendapat imbalan setimpal, bahkan meraup keuntungan besar secara rutin.”
Untuk sementara Penerbit Abadi Karya akan berhubungan dengan sebuah lembaga/biro notaris di Balikpapan agar persoalan akta notaris bisa diselesaikan. Toh, pada 2018 ini,sudah disiapkan 5 buku untuk diterbitkan, dan belum ada rencana tambahan. Tidak perlu menambah rencana jika 5 calon buku masih berupa manuskrip alias belum dicetak.
Lantas, mengenai hasil penyelesaiannya alias akta notaris secara legal, akan disampaikan pada kabar selanjutnya. Mohon bersabar karena aspek legalitas bukanlah persoalan yang mudah-murah.
Balikpapan, 14 April 2018
Agustinus Wahyono
Pendiri dan Pemilik Penerbit Abadi Karya Balikpapan
*******
Berakta Notaris dan Terdaftar di
Isbn.Perpusnas.Go.Id
Latar Belakang
Pada 22 Februari
2018 Penerbit Abadi Karya mengajukan permohonan ISBN untuk buku “Belum Bisa
Berbuat Apa untuk Indonesia” melalui surel. Pada 26 Februari tim ISBN pun
mengabulkan permohonan penerbit, dan melampirkan dua pucuk surat pemberitahuan.
Kedua pucuk surat pemberitahuan itu berintikan bahwa pengajuan ISBN menggunakan
sistem layanan online, penerbit mendaftarkan diri di situs internet Perpusnas
RI (Isbn.Perpusnas.Go.Id), dan layanan secara online berlaku per 1 April
2018.
Kemudian Penerbit Abadi Karya pun
mendaftarkan diri secara daring (online), meskipun pada 4 Januari 2011 sudah
mendapat kartu anggota yang ditandai pula oleh pemberian ISBN untuk buku kumcer
“Di Bawah Bayang-bayang Bulan”. Tetapi
penerbit gagal terdaftar karena tidak menyertakan akta notaris.
Memang, sejak resmi berdirinya pada 6 Juni
2010, Penerbit Abadi Karya tidak memiliki akta notaris. Hal ini karena pada
tahun itu (2010) Gus Noy tidak berpikir untuk menjadikan Penerbit Abadi Karya
sebagai sebuah usaha penerbitan buku seperti umumnya, melainkan hanya
menerbitkan karya-karyanya sendiri dengan jumlah yang tidak sampai 100
eksemplar per judul.
Kepada
:
Yth.
Seluruh Pimpinan Penerbit
di
Indonesia
Berdasarkan
Surat Kepala Direktorat
Deposit Bahan Pustaka no. 224/3.1/DBP/II.2018 perihal Pemberitahuan
ketentuan Layanan ISBN Online (terlampir) dengan ini
kami sampaikan kepada semua penerbit yang masih melakukan
pengajuan ISBN secara manual (e-mail,
pos/ekspedisi,
datang
langsung)
untuk
segera
bertahap
merubah jalur pendaftaran ISBN dengan memanfaatkan
fasilitas
online
pada
isbn.perpusnas.go.id
Perpustakaan
Nasional akan membantu, membimbing dan memberikan penjelasan
jika penerbit masih mengalami hambatan atau masalah dalam
proses pendaftaran online ini.
Silahkan
hubungi kami : Tim ISBN Perpustakaan Nasional RI 081382265800
Salam,
Tim
ISBN
Oleh sebab adanya peraturan baru mengenai
layanan daring untuk ISBN per 1 April 2018, Gus Noy harus berpikir lebih
serius, luas jangkauannya, dan berjangka panjang jika masih berharap
buku-bukunya terbit dan terpantau oleh Perpusnas RI melalui adanya ISBN. Sayang
sekali seandainya penerbitan berhenti pada 2018.
Maka sejak 6 Juli 2018 Gus Noy menghubungi
Alfiansyah dan Ardi Laise untuk melakukan proses mengurus akta notaris agar bisa
terdaftar secara daring (online), penerbit bisa mengakomodir karya
putera-puteri Balikpapan setelah 2018, dan terbitan pun tetap memiliki ISBN.
Pihak-pihak yang Berperan dalam Proses Mengurus
Akta Notaris
Proses mengurus
akta notaris untuk Penerbit Abadi Karya tidaklah terlepas dari peran beberapa
pihak, selain sebuah institusi notaris. Hal ini sangat penting didokumentasikan
agar tercantum dalam sejarah perjalanan penerbit yang harus selalu diingat,
dipertimbangkan, dan ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.
Pertama, Ardiansyah Laise–alumni Fak. Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) dan
dosen Fak. Hukum Universitas Balikpapan (Uniba), yang memiliki koneksitas
secara langsung dengan pihak notaris di Balikpapan. Ardi adalah kakak kandung Alfiansyah.
Alfiansyah adalah alumni Teknik Mesin, Fak. Teknik Industri, Uniba, dan penulis muda Balikpapan.
Semula, sekitar
Juni 2018, Alfiansyah ingin buku novelnya terbit, dan menghubungi Gus Noy.
Tetapi Gus Noy tidak bisa berbuat apa-apa (menerbitkan) karena, tentunya,
sayang sekali kalau buku novelnya terbit tanpa ISBN. Sementara, per 1 April
2018 proses permohonan ISBN tidak seperti terbitan buku-buku Gus Noy
sebelumnya.
Lalu Alfiansyah
menghubungi kakaknya (Ardi Laise) yang memiliki koneksitas dengan pihak
notaris. Pada 6 Juli 2018 barulah Gus Noy bisa berkomunikasi dengan Ardi
terkait pengurusan akta notaris.
Kedua, Dominggus Elcid Li (Kupang, NTT), yang memberi pinjaman uang untuk
biaya pembuatan akta notaris pada 12 Juli 2018. Sebelumnya, pinjaman itu
disampaikan Gus Noy pada 11 Juli.
Berakta Notaris dan Terdaftar di
Isbn.Perpusnas.Co.Id
Pada 18 Juli 2018
Penerbit Abadi Karya secara resmi berakta notaris. Akta Notarisnya Tertanggal :
18 Juli 2018, Nomor : 05, Akta : Pendirian Persekutuan Komanditer “CV. Abadi
Karya”. Artinya, sekitar 8 tahun barulah penerbit memiliki akta notaris alias
resmi (legal).
Pada 23 Juli 2018 Gus
Noy mendaftarkan Penerbit Abadi Karya secara daring ke Isbn.Perpusnas.Go.Id. Alhasil,
pada 24 Juli 2018 Penerbit Abadi Karya terdaftar secara daring (validasi OK) di
Isbn.Perpusnas.Go.Id. Artinya pula, penerbit sudah bisa memulai aktivitas dan
produktivitas secara lebih mudah.
"Kalau sudah berakta notaris, jangan lupa pajak bulanan atau tahunannya diurus," pesan seorang kawan.
Produk Perdana Pasca-Terdaftar di Isbn.Perpusnas.Co.Id
Novel "Setiap Malam adalah Sepi" karya Alfiansyah merupakan produk perdana pasca-Terdaftar di Isbn.Perpusnas.Co.Id. Naskah novel ber-ISBN 978-602-51497-4-0 pada 26/02/2019 ini masuk ke proses cetak pada Selasa, 12 Maret 2019.
*******
24 Juli 2018